Prabowo Mau Genjot Biodiesel 60%-Rektor IPB Beri Pengakuan Mengejutkan

Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria memberikan pemaparan dalam acara REPNAS National Conference & Awarding Night Energi Mandiri - Ekonomi Berdikari di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (14/10/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut presiden terpilih Prabowo Subianto akan menggenjot program penggunaan biodiesel hingga 60% atau B60. Hal ini direspons Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria.

Menurut Arif ada sejumlah isu yang harus diperhatikan pemerintah ke depan agar program B60 bisa berjalan. Pertama adalah soal infrastruktur pengolahan dan harga.

“Kalau iya ini ada sejumlah isu yang harus diperhatikan. Pertama ketersediaan infrastruktur, kedua harga yang lebih tinggi dari PLN,” ungkap Arif saat panel diskusi Relawan Pengusaha Nasional (Repnas) di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (14/10/2024).

Bukan hanya itu, ada sejumlah faktor lain yang benar-benar harus menjadi perhatian utama pemerintah. Yang paling penting adalah ketersediaan bahan baku.

Program biodiesel bisa menjadi tantangan utama pemerintah yang harus diantisipasi. Karena selain dipakai untuk bahan bakar, sawit juga sangat diperuntukan untuk bahan makanan. Sehingga perlu adanya perluasan lahan produksi untuk membagi kepentingan sawit untuk energi dan pangan.

“Ketersediaan bahan baku, turunnya harga minyak dunia, isu lingkungan karena perluasan kebun kelapa sawit, meningkatnya kompetisi penggunaan sawit untuk energi dan pangan, serta kesenjangan peluang yang dimiliki pelaku usaha kecil dan besar,” sebut Arif.

Selain itu, isu lainnya yang menjadi tantangan adalah insentif dana yang diperlukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk program B60 semakin besar. Insentif ini disalurkan untuk menutup selisih biaya produksi biodiesel dengan harga solar, harga biodiesel di pasaran masih jauh lebih mahal ketimbang indeks harga solar.

Tanpa ada yang menutupi selisih itu, tidak ada perusahaan yang mau memproduksi biodiesel, sementara kebutuhan akan biodiesel cukup tinggi sehingga bagaimanapun harus ada perusahaan yang memproduksinya. Itulah sebabnya, pemerintah kemudian memberikan insentif bagi perusahaan yang mau memproduksi biodiesel dan BPDPKS bertugas untuk menyalurkan dana insentif itu.

“Kemudian pengembangan biodiesel masih tergantung insentif dari pemerintah. Kemudian pertumbuhan pasar domestik yang tinggi membuat produsen kurang tertarik untuk masuk ke pasar internasional,” bebernya.

Sebagai catatan Kementerian ESDM saat ini tengah melakukan persiapan pelaksanaan mandatori biodiesel 40% (B40), yang ditargetkan akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi membeberkan, selain meminta percepatan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EB-ET), Bahlil juga meminta agar pengembangan bioenergi dapat menjadi prioritas.

Eniya mengatakan program mandatori biodiesel yang saat ini baru 35% (B35) ditargetkan dapat digenjot tidak hanya sebatas pada B50, tapi bahkan hingga B60.

https://makesomethinghappen.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*