PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. mengusulkan perluasan penerima kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi. Hal ini bisa dilakukan dengan penyesuaian skema subsidi dengan pengelompokan berdasarkan pendapatan.
Saat ini penerima KPR subsidi adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan gaji maksimal Rp 8 juta per bulan. Sementara itu masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) juga membutuhkan KPR subsidi.
Sebagaimana diketahui, pemerintahan Prabowo memiliki rencana untuk program Tiga Juta Rumah yang terdiri dari pembangunan dua juta unit rumah di pedesaan dan satu juta unit apartemen di kota-kota besar. Pemerintahan Prabowo memprioritaskan pembangunan rumah di pedesaan karena proyek perumahan akan menggerakkan perekonomian di desa dan menyerap tenaga kerja lokal.
Direktur Utama BTN Nixon mengatakan hal itu perlu didorong dari sisi permintaan dengan cara memperluas pasar penerima KPR subsidi. “Sebagai mitra yang akan dilibatkan dalam program tersebut, BTN memberikan kontribusi dalam penggodokan strategi agar pemerintah dapat mencapai targetnya dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi lagi,” katanya melalui keterangan resmi, Senin (14/10/2024).
Dari sisi penawaran, Nixon memaparkan BTN mendukung dengan cara memberikan pendanaan kepada developer berupa kredit konstruksi, baik untuk rumah tapak maupun rumah vertikal.
Adapun saat ini BTN telah menguasai 80% pangsa pasar KPR subsidi. Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar mengatakan dari sisi pendanaan, bank siap untuk mencari sumber dana dari dalam negeri maupun luar negeri (offshore), termasuk dengan mendorong sekuritisasi aset KPR.
“Saat ini, nilai sekuritisasi KPR di Indonesia masih kecil sekali. Dengan adanya lebih banyak sekuritisasi, dana murah secara jangka panjang dapat terus tersedia. Selain itu, kita perlu mendorong dana investasi berkelanjutan, yang rencananya juga akan digulirkan oleh pemerintahan baru. Itu semua akan sangat membantu program Tiga Juta Rumah,” papar Hirwandi.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pemerintah memiliki rencana untuk menaikkan batas pendapatan masyarakat yang bisa membeli rumah bersubsidi melalui penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Sudah lama sebetulnya usulan itu, sekarang kan cuma Rp 8 juta, dulu Rp 4-5 juta, naik ke Rp 8 juta, sekarang ke Rp 12 juta,” kata Basuki di kawasan Kementerian PUPR, dikutip Senin (14/10/2024).
Sebagai informasi, aturan pembiayaan perumahan rakyat terakhir diperbarui melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 yang terbit 24 Maret 2020 lalu dan mulai berlaku per 1 April 2020.
Dalam regulasi baru ini, maksimal penghasilan penerima subsidi dipatok Rp 8.000.000 untuk KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Susun. Ketentuan itu berlaku baik konvensional maupun syariah.
Sementara itu, dalam aturan lama untuk KPR Sejahtera Tapak hanya Rp4.000.000 dan Rumah Sejahtera Susun sebesar Rp7.000.000. Kempen baru ini juga mencabut Kepmen nomor 535/KPTS/M/2019 tentang Batasan Harga Jual Rumah Sejahtera tapak yang Diperoleh Melalui Kredit Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi.