
Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas terkait meningkatnya sampah plastik kemasan gelas. Sebuah produsen air minum dalam kemasan yang dikenal luas dengan kemasan gelas plastiknya, kini menjadi sorotan utama karena kontribusinya yang besar terhadap pencemaran lingkungan di Pulau Dewata.
Melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, Gubernur Wayan Koster secara resmi melarang produksi AMDK dengan volume kurang dari 1 liter. Tak hanya larangan, sanksi tegas juga disiapkan bagi produsen yang melanggar, mulai dari peninjauan hingga pencabutan izin usaha, serta pengumuman publik bahwa perusahaan tersebut tidak ramah lingkungan.
Koster menegaskan, akan mengumpulkan semua produsen. “Tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah. Kan ada yang kayak gelas itu nggak boleh lagi. Kalau galon boleh,” tuturnya pada Minggu (6/4).
Laporan Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch mengungkapkan bahwa salah satu penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas berukuran 220 ml yang menyentuh angka hingga 10.334 item sampah kemasan gelas
Secara keseluruhan, produsen market leader air minum dalam kemasan itu menjadi salah satu perusahaan pencemar terbesar di Bali dan Jawa Timur dengan 39.480 item sampah, mencakup tidak hanya gelas plastik, tetapi juga bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang semuanya berbahan dasar plastik sekali pakai.
Produsen tersebut sudah empat tahun berturut-turut menempati posisi ini. Sampah-sampah yang tak terkelola, dan terutama berserakan di badan-badan air, terdiri dari 65 persen botol, 30 persen gelas, dan sisanya dari tutup galon, bungkus sedotan, serta sedotan, yang semuanya dibuat dari plastik sekali pakai.