Desain penarikan utang pada tahun pertama pelaksanaan anggaran pemerintahan Presiden Joko Widodo senilai Rp 775,86 triliun. Desain ini tercatat dalam Buku Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025.
“Pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 775,86 triliun,” dikutip dari dokumen itu, Selasa (22/10/2024).
Penarikan utang itu akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan surat berharga negara (SBN). Khusus untuk pinjaman pemerintah itu akan berasal dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Adapun penarikan utang yang berasal dari penerbitan SBN akan dipenuhi melalui penerbitan dua instrumen surat utang pemerintah, yaitu Surat Utang Negara atau SUN, serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang juga dikenal sebagai Sukuk Negara.
Penarikan utang ini ditujukan untuk menambal rancangan defisit anggaran pada tahun depan yang didesain senilai Rp 616,2 triliun. Sisanya, yang sebesar Rp 154,5 triliun ditujukan untuk pembiayaan investasi ke BUMN hingga BLU, dan pemberian pinjaman ke pemda BUMN, maupun BUMD senilai Rp 5,4 triliun.
Seluruh komponen kebijakan pembiayaan anggaran ini masuk ke dalam bagian yang biasa disebut below the line dalam struktur APBN. “Kebijakan pembiayaan anggaran tahun 2025 diarahkan kepada pembiayaan prudent, inovatif, dan sustainable,” dikutip dari dokumen Nota Keuangan 2025.
Total pembiayaan anggaran melalui utang pada 2025 ini sebetulnya membengkak bila dibandingkan dengan tren pada 2022, 2023, dan 2024 yang masing-masing sebesar Rp 696 triliun, Rp 404 triliun, dan 553,1 triliun. Namun, masih jauh lebih rendah dari periode 2020 yang tembus Rp 1.229,6 triliun dan 2021 senilai Rp 870,5 triliun.
“Rencana pembiayaan utang sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang,” sebagaimana tertulis dalam dokumen Nota Keuangan 2025.
Untuk strategi pembiayaan APBN 2025 yang melalui utang senilai Rp 775,9 triliun, mayoritas akan dipenuhi melalui penerbitan SBN senilai Rp 642,6 triliun atau naik dari desain 2025 senilai Rp 451,9 triliun. Sisanya berasal dari pinjaman yang senilai Rp 642,6 triliun dan juga naik pesat dibanding 2024 senilai Rp 81,2 triliun.
Pinjaman itu sendiri terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 5,2 triliun jauh lebih kecil dari outlook realisasi pada 2024 senilai Rp 20,1 triliun. Sedangkan pinjaman dalam negeri pada 2025 mencapai Rp 128,1 triliun, naik pesat dari posisi pada 2024 yang didesain hanya senilai Rp 81,2 triliun.
Anggaran Pembayaran Bunga Utang
Selain adanya desain pembiayaan anggaran melalui utang, Nota Keuangan 2025 juga mendesain strategi pembayaran bunga utang. Terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri.
Pembayaran bunga utang ini diarahkan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah secara tepat waktu dan tepat jumlah dalam upaya menjaga akuntabilitas pengelolaan utang; dan meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko yang terkendali dengan mengutamakan pengadaan utang dari dalam negeri dan pemilihan komposisi utang yang optimal serta pengadaan utang di waktu yang tepat.
Nilai anggaran untuk pembayaran bunga utang pada 2025 senilai Rp 552,85 triliun, naik bila dibandingkan dengan rancangan pada 2024 senilai Rp 498,95 triliun. Bahkan terbilang menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, karena pada 2020 pembayaran bunga utang anggarannya senilai Rp 314,08 triliun, 2021 Rp 343,49 triliun, 2022 Rp 386,34 triliun, dan 2023 hanya Rp 439,88 triliun.
Untuk 2025, pembayaran bunga utang yang dialokasikan senilai Rp 552,85 triliun terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 497,62 triliun, dan luar negeri Rp 55,23 triliun.
Perhitungan besaran pembayaran bunga utang tahun anggaran 2025 secara garis besar meliputi pembayaran bunga atas: (1) outstanding utang yang berasal dari akumulasi utang tahun-tahun sebelumnya; (2) rencana pembiayaan utang tahun anggaran 2024 dan tahun anggaran 2025; dan (3) rencana program pengelolaan portofolio utang (liabilities management).
“Selain itu, perhitungan besaran pembayaran bunga utang juga didasarkan pada beberapa asumsi, antara lain: (1) nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (US$), yen Jepang (JPY), dan euro (EUR),” dikutip dari buku Nota Keuangan 2025.