Bahaya dampak perubahan iklim jadi sorotan. Termasuk efek bahayanya bagi produksi pangan, yaitu padi. Padahal, padi yang menghasilkan beras merupakan salah satu makanan utama yang dikonsumsi warga di berbagai negara di dunia.
Hal itu disampaikan Rektor IPB Prof Dr Arif Satria dalam Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Arif mengatakan, transisi energi adalah keharusa untuk menghadapi tantangan nyata akibat perubahan iklim.
“Saya kira perubahan iklim sudah menjadi keniscayaan ya. Dan ini tantangan nyata yang harus kita hadapi,” katanya.
“Setiap kenaikan 1 derajat itu bisa menurunkan 10% produksi padi,” ujar Arif.
Dia menambahkan, perubahan iklim dan energi sangat erat.
“Sehingga, mau tidak mau, transisi energi sudah menjadi keniscayaan,” tegas Arif.
“Saya kira transisi energi bersih ini sudah menjadi sangat urgent. Karena kita berusaha membangun rendah karbon, menanggulangi krisis lingkungan, menjaga konektivitas energi, air dan pangan, sehingga mau tidak mau perlu shifting,” katanya.
Sebagai informasi, BMKG mencatat, berdasarkan analisis dari 63 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata bulan September 2024 adalah sebesar 27.4 °C. Normal suhu udara klimatologis untuk bulan September 2024 periode 1991-2020 di Indonesia adalah sebesar 26.56 °C (dalam kisaran normal 19.87 °C – 29.01 °C).
Dalam keterangan di situs resminya, BMKG mengungkapkan, secara umum di wilayah Indonesia, anomali suhu udara rata-rata per-stasiun pada bulan September 2024 menunjukkan nilai anomali positif atau lebih tinggi dari rata-rata klimatologisnya. Anomali maksimum tercatat di Stasiun Klimatologi Bengkulu (1.6 °C), sedangkan anomali minimum tercatat di Stasiun Meteorologi Tebelian – Sintang (0.4 °C).