Chief Cloud Officer Lintasarta Gidion Suranta menyebut sejumlah tantangan pusat data atau data center di Indonesia. Menurutnya tantangannya adalah kesiapan dari data center dan power yang mampu menunjang ekosistem tersebut.
Menurutnya untuk menyerap pasar dari luar masuk ke negeri ini, Indonesia harus bertarung dengan struktur biaya negara lain. Untuk itu, diperlukan model bisnis yang baik dan kolaborasi dalam penggunaan data center di tanah air.
“Oleh karena itu, penting untuk berkolaborasi menentukan dan membuat bisnis model yang baik. Kalau kita bisa mendapatkan itu, selain mereka datang tentu use case akan makin beragam,” kata Gidion dalam acara CNBC ‘Data Center Industry Dialogue’, Rabu (11/9/2024).
Selain itu ada juga tantangan dana, oleh karena itu pengusaha butuh dukungan, seperti misalnya insentif baik pajak seperti tax holiday atau apapun demi membawa kebaikan demi negara ini.
“Insentif pajak ataupun yang lain akan sangat membantu,” pungkas Gidion.
Sementara itu, Chairman Indonesia Data Center Provider (IDPRO), Hendra Suryakusuma mengungkapkan saat ini banyak sejumlah tantangan yang harus diatasi di industri data center, salah satunya terkait pemenuhan sumber atau suplai power, khususnya dari energi bersih.
Hendra mengatakan, secara fundamental bisnis data center membutuhkan power atau kebutuhan energi listrik hingga 24 MW. Angka ini merupakan angka yang besar, sehingga dibutuhkan sumber energi baru terbarukan.
“Kita butuh disupplai listrik yang renewable, banyak yang sudah minta. Energi mix di Indonesia masih coal, makanya kami beli sertifikat,” kata Hendra dalam kesempatan yang sama.
Lebih lanjut kata Hendra tantangan lain di industri data center yakni terkait SDM. Menurutnya, saat ini banyak anggota IDPRO saling bajak membajak pegawai akibat kurangnya tenaga ahli.
“Selain itu bagaimana akselerasi di bidang ini dan juga terkait dengan birokrasi yang dibikin lebih cepat. Konseptual butuh 1-2 bulan, klo PBG butuh waktu dan dana yang banyak,” jelasnya.
Seperti diketahui, investasi data center di Indonesia saat ini jauh tertinggal dari Malaysia. Perusahaan teknologi seperti TikTok dan Google memilih menempatkan data di Malaysia meskipun Indonesia adalah pasar utama mereka. Jika dibandingkan dengan Malaysia, sepanjang 2019 sampai 2024 investasi yang sudah masuk hampir US$ 25 miliar atau sekitar Rp 400 triliun. Di sisi lain, investasi data center di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir hanya sekitar Rp 10 triliun.