Perayaan ulang tahun anak seorang miliarder biasanya dirayakan secara mewah. Acara diisi oleh berbagai hiburan papan atas yang dihadiri oleh banyak tamu. Namun, apa jadinya jika pesta ulang tahun tersebut malahan gagal total, tak ada yang datang? Begitulah yang dialami secara pahit oleh Oei Hui Lan, putri dari taipan kaya asal Semarang, Oei Tiong Ham.
Kisah ini terjadi pada 21 Desember 1900. Di kediaman Oei Tiong Ham, diadakan pesta perayaan ulang tahun ke-11 Hui Lan yang bakal dilaksanakan pukul 6 sore. Kendati terlaksana di ujung hari, sudah sejak pagi seluruh rumah disulap sedemikian rupa supaya menciptakan suasana semangat dan keceriaan.
ahaya lampu gemerlap, balon warna-warni, dan bunga-bunga segar menyemarakkan hari istimewa itu. Bahkan, Oei Tiong Ham berani mengeluarkan uang banyak untuk mengundang kelompok musik ternama asal Batavia untuk datang ke Semarang.
Oei Hui Lan sendiri memakai gaun mewah lengkap dengan pernak-pernik permata asli buatan desainer asal Belanda. Saat dipakai, dia mengaku gaun tersebut sangat pas di badannya, bahkan permatanya bisa memancarkan sinar indah. Sementara para pelayan diberi pakaian jas lengkap dasi kupu-kupu. Tentu, supaya tidak memalukan.
Akan tetapi, menjelang pesta dimulai muncul tanda-tanda keanehan. Seharusnya satu jam sebelum pesta, tamu sudah mulai berdatangan. Tapi, ini tidak terjadi.
Saat waktu menunjukkan pukul 6 sore, Hui Lan masih tetap yakin bahwa tamu bakal datang. Pikirnya, mereka sedang dalam perjalanan. Toh, pesta ulang tahun yang mengundang pengisi acara ternama bakal menarik perhatian undangan. Akan tetapi, semuanya masih sama.
“Tidak seorang pun terlihat memasuki rumah saya, tapi saya mencoba bersabar,” kenang Oei Hui Lan dalam memoarnya yang ditulis ulang dalam Kisah Tragis Oei Hui Lan (2017: 62).
Sayang, sampai larut malam tak ada seorang tamu yang hadir. Dia yang berdiri di depan pintu dari sore harus menerima kenyataan bahwa perayaan ulang tahun itu gagal total.
Di tengah kesunyian itu, Hui Lan yang masih belasan tahun nangis sejadi-jadinya. Bayangan yang ada di benaknya ihwal pesta ulang tahun megah buyar seketika. Semua dekorasi diturunkan. Hiburan otomatis dibatalkan. Badut dan pemain musik disuruh pulang. Dia bukan hanya sedih, tapi juga malu.
Setelah diusut, kegagalan pesta ini terjadi karena ulah sang ayah. Seminggu sebelum pesta dimulai, Oei Tiong Ham sedang bersama para pejabat pemerintahan kolonial Belanda dan bangsawan untuk makan malam. Di tengah acara, dia mengundang seluruh tamu itu untuk datang di pesta pernikahan Oei Hui lan yang ke-11.
“Saya harap kalian datang membawa putra-putri kalian,” ucap Oei Tiong Ham.
Akan tetapi, ucapan tersebut keluar di kala para tamu sedang sibuk sendiri. Ada yang sedang mengobrol. Ada pula yang sedang mabuk opium. Intinya, mereka tidak mendengarkan undangan Oei. Di tengah kondisi itu, siapapun pasti tidak fokus. Tak ada yang kembali menegaskan undangan pesta ulang tahun. Semuanya asik dengan kegiatan masing-masing.
Atas dasar inilah, Oei Tiong Ham merasa bersalah kepada Hui Lan. Sebagai orang terkaya di Indonesia masa kolonial, dia langsung memberangkatkan putri bungsunya itu liburan ke luar negeri. Namun, semua itu tak bisa menebus rasa malu dan sedih yang menimpa Oei Hui Lan. Dia mengaku sampai dewasa tak akan lupa kejadian memalukan akibat ulah buruk ayahnya itu. Di masa depan, Oei Hui Lan berubah nasib menjadi perempuan terhormat karena menjadi ibu negara di negara sebesar China.