Harga minyak pada Senin pagi ini (16/9/2024) mulai rebound, pelaku pasar mempertimbangkan efek penurunan ekspor minyak Libya, meskipun permintaan China masih loyo.
Melansir data Refinitiv, pada akhir pekan lalu, Jumat (13/9/2024) harga minyak terpantau koreksi setelah dua hari naik. Jenis WTI surut 0,46% menjadi US$ 68.65 per barel, sementara jenis Brent turun 0,50% ke posisi US$ 71,61 per barel.
Meski koreksi pada Jumat lalu, pergerakan harga minyak dalam sepekan masih dalam zona hijau, di mana WTI menguat 1,45%, sementara Brent naik 0,77%.
Beralih pada Senin pagi ini (16/9/2024), hingga pukul 08.45 WIB harga minyak terpantau berjuang rebound, dengan WTI naik 0,42%, begitu juga dengan Brent yang merangkak naik 0,25%.
Harga minyak sempat koreksi akhir pekan lalu terdorong aktivitas produksi dan penyulingan di Gulf Coast Amerika Serikat (AS) yang kembali berlanjut, setelah sempat terhenti akibat Badai Francine.
Data Kamis lalu (12/9/2024) menunjukkan bahwa hampir 42% produksi minyak, yang berjumlah lebih dari 730.000 barel per hari, masih ditutup karena badai.
Beralih pada hari ini, harga minyak mulai berbalik stabil lantaran pelaku pasar mulai beralih mempertimbangkan ekspor minyak Libya yang turun akibat perundingan yang dipimpin PBB gagal memecah kebuntuan menguasai bank sentral negara tersebut.
Namun, ada tantangan untuk harga minyak di mana IEA memperingatkan tentang melambatnya pertumbuhan permintaan minyak global, terutama karena kondisi ekonomi Tiongkok yang loyo.
IEA juga memproyeksikan potensi surplus pasokan pada tahun ini, meskipun ada pemangkasan produksi oleh negara-negara produsen minyak (OPEC+).
Data sepanjang Januari – Agustus 2024 menunjukkan ada penurunan 3,1% secara tahunan (yoy) dalam impor minyak mentah ke China. Seiring dengan penurunan permintaan, sang Naga Asia ini juga mencatat penurunan produksi industri terpanjang sejak 2021.
Di AS, kekhawatiran akan permintaan juga meningkat akibat stok minyak dan bahan bakar meningkat minggu lalu.