Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di kisaran 5% pada satu dekade terakhir ternyata terbebani oleh berlebihannya regulasi di dalam negeri.
Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid dalam acara Rakornas Relawan Pengusaha Muda Nasional (REPNAS) 2024, Senin (14/10/2024) mengatakan, hiper regulasi itu membuat pengelolaan negara menjadi tidak efisien.
“Jadi memang problem yang paling mendasar dan paling elementar yang selama ini menjadi kajian kita para pemerhati hukum tata negara atau ilmu hukum bagaimana agar pengelolaan negara kita lebih efisien,” tegas dia di Jakarta.
Oleh sebab itu, ia menekankan, pemotongan mata rantai supaya birokrasi dan peraturan perundang-undangan tidak gemuk dan menghambat aktivitas ekonomi harus dilakukan.
Ia mengatakan, pada 2018 silam sebetulnya telah dilakukan kebijakan efisiensi itu, melalui penerbitan omnibus law Cipta Kerja. Namun, memang masih ada kekurangan dalam aturan dari sisi turunan regulasinya yang memangkas berbagai peraturan.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, penyempurnaan terhadap deregulasi itu menjadi penting ke depan, untuk memutus mata rantai regulasi dan birokrasi yang sangat panjang.
“Dengan demikian diharapkan berinvestasi untuk Indonesia masa depan tidak lagi panjang atau tidak lagi dihambat dengan berbagai produk peraturan perundang-undangan yang bertele-tele,” tegasnya.
“Dengan demikian kita bisa memotong mata rantai itu, peraturan perundang-undangan yang menghambat iklim investasi bisa dipotong,” ucap Fahri.
Melalui regulasi yang sederhana dengan kepastian hukum yang kuat, Fahri memastikan pemerintah ke depan bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, karena investor bisa semakin giat merealisasikan investasinya.
Sebagaimana diketahui, selama lima tahun menjabat, Presiden Terpilih Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 8%.
“Bahwa kita kembali aspek hukum dan kepastian hukum dalam soal investasi menjadi kunci utama, menjadi sesuatu yang sangat penting dalam rangka kita membangun satu perekonomian yang lebih prospektif.” tutur Fahri.