7 Generasi Ketiga Konglomerat RI, Muda, Tampan & Tajir

 Keluarga-keluarga konglomerat di Indonesia seperti, Djarum Grup, Salim Grup, Lippo Grup, Bakrie Grup pelan-pelan mulai mengalihkan kepemimpinan kepada kepada generasi kedua dan ketiga. Ini tampak dari figur-figur muda yang mulai tampil ke publik dan mulai memegang sejumlah posisi strategis di banyak perusahaan milik konglomerat tersebut. 

Bisa dibilang, jika mencapai generasi ketiga, maka konglomerat RI berhasil mempertahankan bisnisnya. Pasalnya tidak gampang bagi keluarga konglomerat yang berhasil melanjutkan bisnisnya hanya sampai pada generasi kedua, karena banyak yang gagal.

Tak mudah membujuk anak dari para konglomerat untuk melanjutkan bisnis keluarganya, karena mungkin mereka sudah memiliki bisnisnya sendiri dan tentunya dengan caranya sendiri.

Namun saat ini banyak dari generasi ketiga konglomerat Indonesia ini sudah cukup exist dikalangan pebisnis dan ekonomi Indonesia. Meraka mulai tampil sebagai eksekutif menwakili perushaan keluarga.

Tampil muda, tampan dan keren, generasi ketiga anak konglomerat ini dekat dengan kultur kerja milenial saat ini. Siapa saja mereka, CNBC Indonesia mencoba merangkum tujuh nama generasi ketiga konglomerat Indonesia, yakni:

Armand Wahyudi Hartono merupakan putra orang terkaya di republik ini, Robert Budi Hartono, pemilik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan cucu dari Oei Wie Gwan, founder perusahaan rokok Djarum dan Group Hartono.

Saat ini, Ia didapuk menjadi Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Melansir dari wallmine.com, Armand menempuh pendidikan di California State University pada 1996 dan memperoleh gelar Master of Science di bidang Engineering Economic-System and Operation Research dari Stanford University pada 1997.

Armand kemudian bekerja sebagai analis untuk Global Credit Research and Investment Banking di JP Morgan Singapura (1997-1998) serta pernah menjabat berbagai posisi manajerial di PT Djarum (1998-2004).

Kiprahnya di sektor perbankan Indonesia berawal setelah dia bergabung dengan BCA sebagai kepala divisi perencanaan wilayah pada 2004 hingga 2006.

Akhir tahun lalu, pengembang properti terbesar di Indonesia, yakni Grup Lippo tersandung masalah utang. Untuk menyelamatkan perusahaannya, sang kakek, Mochtar Riady sekaligus pendiri grup Lippo meminta bantuan kepada cucunya John Riady.

Mengutip Bloomberg, seorang lulusan Wharton School tersebut awalnya tidak mau melanjutkan. Namun pada akhirnya, John Riady setuju menyelamatkan kapal andalan keluarga Riady dari utang.

Salah satu rencana yang sudah dilakukan adalah rights issue sebesar US$ 788 juta pada Juli 2019, penjualan aset perusahaan, dan pembayaran kembali (refinancing) utang.

“Perubahan ini akan mengembalikan arus kas menjadi positif di tahun depan, sementara itu perusahaan akan terus membuang aset non-inti untuk mengurangi utang,” kata John Riady kepada Bloomberg, Rabu (11/9).

Karena proses tersebut, menyebabkan harga sahamnya melonjak 37% semenjak John Riady menjadi Direktur Utama PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) pada Maret tahun lalu. Selain sahamnya naik, obligasi korporasinya juga mengalami penguatan.

John juga menjelaskan bahwa Grup Lippo akan tetap fokus pada pengembangan properti dan perawatan kesehatan, bisnis warisan yang relatif terlindungi dari revolusi digital.

Ia berambisi menjadi salah satu perusahaan real estate terbesar di Asia Tenggara dalam dua dekade menyaingi Ayala Land Inc dan Singapore CapitaLand Ltd lewat Meikarta project.

John juga menjelaskan, salah satu hal yang membuat John ragu mengemban bisnis keluarganya adalah karena sebelumnya bisnis keluarganya sempat tersandung korupsi persetujuan pembangunan Meikarta hingga menyeret sang Ayah, James Riady.

Kendati begitu ada salah satu anggota keluarganya yang meyakinkan John untuk mengambil tanggung jawab tersebut. “Kamu tidak akan default, kamu dapat memperbaikinya,” ujar John.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*